Sabtu, 22 Oktober 2016

HADIAH DIJADIKAN BUNGKUS UNTUK PRAKTEK SUAP MENYUAP

Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah rahimahullah, dalam kitabnya Ar Ruh, Membedakan antara suap dan hadiah, letaknya pada niat sang pemberi.
Suatu pemberian bisa dikatakan suap (risywah), apabila ditujukan sebagai wasilah (perantara) untuk membenarkan yang salah, atau mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Inilah suap, yang masuk dalam laknat Rasulullah shallallahualaihi wasallam yang disebut dalam hadis.

Adapun HADIAH adalah, suatu pemberian yang diniatkan untuk memupuk rasa kasih sayang, mempererat tali persaudaraan, atau berbuat baik kepada sesama. Tanpa ada tujuan lain selain tujuan-tujuan tersebut. (Ar Ruh, hal. 240, dalam Nadhrotun Naim 10/4546)

Jadi perbedaannya jelas sekali, yaitu ada pada niat pemberi.
Bagi penerima, tak nampak memang. Namun bagi seorang mukmin yang hendak memberi, dia akan selalu melihat niatnya sebelum melangkah; karena dorongan apa ia memberi? Bila terselip niatan untuk menyogok, supaya bisa merebut yang bukan haknya atau memuluskan keserakahannya, maka iapun harus segera mengurungkan niatnya. Karena ia ingat sebuah hadis, yang menjelaskan ancaman laknat atas orang-orang yang menyuap dan yang menerima suap.

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahuanhu, dia mengatakan,
Rasulullah shallallahualaihi wasallam melaknat penyuap dan orang yang menerima suap (HR Abu Daud, dinilai shahih oleh al-Albani).

Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah rahimahullah, dalam kitabnya Ar Ruh, Membedakan antara suap dan hadiah, letaknya pada niat sang pemberi.
Suatu pemberian bisa dikatakan suap (risywah), apabila ditujukan sebagai wasilah (perantara) untuk membenarkan yang salah, atau mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Inilah suap, yang masuk dalam laknat Rasulullah shallallahualaihi wasallam yang disebut dalam hadis.

Adapun HADIAH adalah, suatu pemberian yang diniatkan untuk memupuk rasa kasih sayang, mempererat tali persaudaraan, atau berbuat baik kepada sesama. Tanpa ada tujuan lain selain tujuan-tujuan tersebut. (Ar Ruh, hal. 240, dalam Nadhrotun Naim 10/4546)

Jadi perbedaannya jelas sekali, yaitu ada pada niat pemberi.
Bagi penerima, tak nampak memang. Namun bagi seorang mukmin yang hendak memberi, dia akan selalu melihat niatnya sebelum melangkah; karena dorongan apa ia memberi? Bila terselip niatan untuk menyogok, supaya bisa merebut yang bukan haknya atau memuluskan keserakahannya, maka iapun harus segera mengurungkan niatnya. Karena ia ingat sebuah hadis, yang menjelaskan ancaman laknat atas orang-orang yang menyuap dan yang menerima suap.

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahuanhu, dia mengatakan,
Rasulullah shallallahualaihi wasallam melaknat penyuap dan orang yang menerima suap (HR Abu Daud, dinilai shahih oleh al-Albani).

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More