This is default featured post 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured post 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured post 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured post 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
AKU BERSAKSI BAHWA TIADA TUHAN SELAIN ALLOH swt
Dan aku bersaksi bahwa nabi MUHAMMAD utusan ALLOH swt
AKU BERSAKSI BAHWA TIADA TUHAN SELAIN ALLOH swt
Dan aku bersaksi bahwa nabi MUHAMMAD utusan ALLOH swt
SAMPAIKAN PADA MEREKA WALAU HANYA SATU AYAT
“Dan sungguh, benar-benar telah kami mudahkan Al-Qur’an untuk dipelajari, maka adakah yang mau mempelajarinya?” (Q.S. Al-Qomar ayat 17, 22, 32 dan 40)
ORANG YANG MULIA DI HADAPAN ALLOH , adalah ORANG YG BERTAQWA
ASSALAMU ALAIKUM WAROKHMATULLOHI WABAROKATUH.
Jumat, 22 April 2016
Contoh Surat kuasa
Senin, 18 April 2016
Zaman Ahir Anak kecil hafal Al Qur'an .
NASIHAT HIKMAH MBAH MAIMOEN UNTUK PARA SANTRI
Secerca prediksi yang terjadi:
Zaman akhir cah cilik apal Qur’an # waton apal koyo moco Koran
Cah cilik sing apal mung koyo wayang # munggah panggung mlebu tv dadi hiburan
Akeh sik moco Qur’an mung krono duit# waton moco tanpo makhroj tanpo tajwid
Pondok dibangun mung kerono gengsi # megah mewah akeh santri tanpo isi
Akeh sik moco Qur’an nanging yo linglung # persis koyo Asu rebutan Balung
Ojo melu edan2nan leee
Manuto Gurumu, mbah Arwani (Sumber: Hilmi Nailufar; fb)
Sair berisi hikmah dan nasihat yang sangat dalam lagi menyentuh dari Syaikh Simbah Kyai Maimoen Zubair ini bisa dijadikan rennungan untuk kita semua. www.shayfuddinz.blogspot.com
Jika diterjemahkan kurang lebih:
Di zaman akhir ini banyak kita dapati anak-anak kecil banyak yang menghafal Al Qur’an akan tetapi hanya sekedar hafal seperti halnya membaca koran atau majalah.
Anak-anak kecil yang hafal Al Qur’an diibaratkan seperti wayang kulit yang sering diikutkan perlombaan atau pertunjukan dipanggung atau di tempat lain sampai masuk televisi sehingga menjadi sebuah hiburan.
Banyak yang membaca Al Qur’an karena tujuan mencari uang sehingga kurang memperhatikan ilmu-ilmu membaca Al Qur’an seperti membaca tanpa makhraj dan tajwid yang benar.
Banyak juga dijumpai berdirinya pondok-pondok pesantren dengan tujuan dan niat gengsi demi persaingan dengan pondok-pondok lain, yang mana ukuran megahnya gedung dan banyaknya jumlah santri menjadi prioritas utama akan tetapi ilmu dan kualitas dari para santrinya dikesampingkan.
Dengan kondisi yang seperti itu sehingga banyak santri yang bisa membaca dan menghafal Al Qur’an akan tetapi lupa terhadap isi dan ajaran dari Al Qur’an yang diharapkan yaitu untuk mengamalkannya, sehingga seolah-olah diibaratkan laiknya anjing-anjing yang saling berebut tulang, yaitu dalam hal ibadah tapi demi tujuan dunia dan saling berlomba-lomba meraihnya.
Nasihat dari sair hikmah di atas harus kita jadikan pengingat (pepeling) dalam menata niat apa saja terutama mencari ilmu dan niat ibadah agar kita tujukan semuanya hanya lillahi ta’ala mengharap ridla Allah bukan untuk yang lainnya.
Karena belajar dan membaca apalagi menghafalkan Al Qur’an adalah hal yang sangat baik. Namun jika niatnya salah maka bukan pahala yang nantinya kita dapatkan. Rasulullah Saw. bersabda:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Al-Bukhari 5027)
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِه
“Bacalah oleh kalian Al-Qur`an. Karena ia (Al-Qur`an) akan datang pada Hari Kiamat kelak sebagai pemberi syafa’at bagi orang-orang yang rajin membacanya.” (HR. Muslim 804).
Jumat, 15 April 2016
Jidad HITAM , tanda ahli ibadah atau ahli riya' ????
Perbanyaklah sujud (dg sholat) namun jagalah wajahmu supaya tetap tampak TAMPAN....
Abdullah bin Umar bin Khattab RA. salah seorang shahabat terkemuka membenci adanya bekas hitam di dahi seorang muslim.
عَنْ سَالِمٍ أَبِى النَّضْرِ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ : مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ : أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌ. وَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً سَوْدَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ؟ فَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ؟
Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut. Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ رَأَى أَثَرًا فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنَّ صُورَةَ الرَّجُلِ وَجْهُهُ ، فَلاَ تَشِنْ صُورَتَكَ.
Dari Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699).
عَنْ أَبِى عَوْنٍ قَالَ : رَأَى أَبُو الدَّرْدَاءِ امْرَأَةً بِوَجْهِهَا أَثَرٌ مِثْلُ ثَفِنَةِ الْعَنْزِ ، فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا بِوَجْهِكِ كَانَ خَيْرًا لَكِ.
Dari Abi Aun, Abu Darda’ melihat seorang perempuan yang pada wajahnya terdapat ‘kapal’ semisal ‘kapal’ yang ada pada seekor kambing. Beliau lantas berkata, ‘Seandainya bekas itu tidak ada pada dirimu tentu lebih baik” (Riwayat Bahaqi dalam Sunan Kubro no 3700).
عَنْ حُمَيْدٍ هُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ : كُنَّا عِنْدَ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ إِذْ جَاءَهُ الزُّبَيْرُ بْنُ سُهَيْلِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَالَ : قَدْ أَفْسَدَ وَجْهَهُ ، وَاللَّهِ مَا هِىَ سِيمَاءُ ، وَاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ عَلَى وَجْهِى مُذْ كَذَا وَكَذَا ، مَا أَثَّرَ السُّجُودُ فِى وَجْهِى شَيْئًا.
Dari Humaid bin Abdirrahman, aku berada di dekat as Saib bin Yazid ketika seorang yang bernama az Zubair bin Suhail bin Abdirrahman bin Auf datang. Melihat kedatangannya, as Saib berkata, “Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi Allah bekas di dahi itu bukanlah bekas sujud. Demi Allah aku telah shalat dengan menggunakan wajahku ini selama sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi bekas sedikitpun pada wajahku” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3701).
عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ قُلْتُ لِمُجَاهِدٍ (سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ) أَهُوَ أَثَرُ السُّجُودِ فِى وَجْهِ الإِنْسَانِ؟ فَقَالَ : لاَ إِنَّ أَحَدَهُمْ يَكُونُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلُ رُكْبَةِ الْعَنْزِ وَهُوَ كَمَا شَاءَ اللَّهُ يَعْنِى مِنَ الشَّرِّ وَلَكِنَّهُ الْخُشُوعُ.
Dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid tentang maksud dari firman Allah, ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari ATSARIS SUJUUD (bekas sujud)’ apakah yang dimaksudkan adalah bekas di wajah? Jawaban beliau, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapalen’ yang ada di antara kedua matanya itu bagaikan ‘kapalen’ yang ada pada lutut onta namun dia adalah orang bejat. Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3702).
Bahkan dalam kitab Hasiyah as-Showi,
وليس المراد به ما بصنعه بعض الجهلة المرائين من العلامة في الجبهة فانه من فعل الخوارج وفي الحديث اني لابغض الرجل واكرهه اذا رايت بين عينيه اثر السجود
“Bukanlah yang dimaksudkan oleh ayat adalah sebagaimana perbuatan orang-orang bodoh dan TUKANG RIYA’ yaitu tanda hitam yang ada di dahi karena hal itu adalah ciri khas khawarij (baca: ahli bid’ah)” dalam sebuah hadits disebutkan sungguh saya benci seseorang yang saya lihat diantara kedua matanya terdapat bekas sujud (Hasyiah ash Shawi 4/134, Dar al Fikr).
Kamis, 14 April 2016
Hadist Tentang BID'AH
Banyak hadist2 yg terpotong tidak sepenuhnya ,
Bagi saya pribadi asal tidak ada madhorotnya bagi agama, diri dan org banyak its ok oke saja .
Kalau semua hal yg tidak ada jaman nabi lalu di katakan sesat , maka gimana hukumnya ;
Naik mobil , pakai internet , pakai hand phone , azan pakai pengeras suara , dakwah via medsos n televisi ??????
Klo itu baik utk agama bagi saya bid'ah khasanah.
Tapi semua kembali pada keyakinan anda masing2 .
Berikut dalil2 tentang bid'ah. Saya copas dari blog sebelah.
Hadits 1
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
Hadits 2
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)
Hadits 3
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan,
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)
Dalam riwayat An Nasa’i,
مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (HR. An Nasa’i no. 1578, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan An Nasa’i)
Hadits 4
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”)
Hadits 5
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ
“Sungguh Allah menghalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya” (HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath no.4334. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 54)
Hadits 6
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Lalu ditampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku’. Allah berfirman, ‘Engkau tidak tahu (bid’ah) yang mereka ada-adakan sepeninggalmu’ “ (HR. Bukhari no. 6576, 7049).
Dalam riwayat lain dikatakan,
إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى
“(Wahai Rabb), sungguh mereka bagian dari pengikutku. Lalu Allah berfirman, ‘Sungguh engkau tidak tahu bahwa sepeninggalmu mereka telah mengganti ajaranmu”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku”(HR. Bukhari no. 7050).
Al’Aini ketika menjelaskan hadits ini beliau berkata: “Hadits-hadits yang menjelaskan orang-orang yang demikian yaitu yang dikenal oleh Nabi sebagai umatnya namun ada penghalang antara mereka dan Nabi, dikarenakan yang mereka ada-adakan setelah Nabi wafat. Ini menunjukkan setiap orang mengada-adakan suatu perkara dalam agama yang tidak diridhai Allah itu tidak termasuk jama’ah kaum muslimin. Seluruh ahlul bid’ah itu adalah orang-orang yang gemar mengganti (ajaran agama) dan mengada-ada, juga orang-orang zhalim dan ahli maksiat, mereka bertentangan dengan al haq. Orang-orang yang melakukan itu semua yaitu mengganti (ajaran agama) dan mengada-ada apa yang tidak ada ajarannya dalam Islam termasuk dalam bahasan hadits ini” (Umdatul Qari, 6/10)
Hadits 7
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انَّهُ سَيَلِي أَمْرَكُمْ مِنْ بَعْدِي رِجَالٌ يُطْفِئُونَ السُّنَّةَ ، وَيُحْدِثُونَ بِدْعَةً ، وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا ” ، قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، كَيْفَ بِي إِذَا أَدْرَكْتُهُمْ ؟ قَالَ : ” لَيْسَ يَا ابْنَ أُمِّ عَبْدٍ طَاعَةٌ لِمَنْ عَصَى اللَّهَ ” ، قَالَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
“Sungguh diantara perkara yang akan datang pada kalian sepeninggalku nanti, yaitu akan ada orang (pemimpin) yang mematikan sunnah dan membuat bid’ah. Mereka juga mengakhirkan shalat dari waktu sebenarnya’. Ibnu Mas’ud lalu bertanya: ‘apa yang mesti kami perbuat jika kami menemui mereka?’. Nabi bersabda: ‘Wahai anak Adam, tidak ada ketaatan pada orang yang bermaksiat pada Allah'”. Beliau mengatakannya 3 kali. (HR. Ahmad no.3659, Ibnu Majah no.2860. Dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah, 2864)
Hadits 8
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِي قَدْ أُمِيتَتْ بَعْدِي فَإِنَّ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا ، وَمَنِ ابْتَدَعَ بِدْعَةَ ضَلَالَةٍ لَا يَرْضَاهَا اللَّهَ وَرَسُولَهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَوْزَارِ النَّاسِ شَيْئًا
“Barangsiapa yang sepeninggalku menghidupkan sebuah sunnah yang aku ajarkan, maka ia akan mendapatkan pahala semisal dengan pahala orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Barangsiapa yang membuat sebuah bid’ah dhalalah yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan dosa semisal dengan dosa orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun” (HR. Tirmidzi no.2677, ia berkata: “Hadits ini hasan”)
Hadits 9
Hadits dari Hudzaifah Ibnul Yaman, ia berkata:
يا رسولَ اللهِ ! إنا كنا بشرٌ . فجاء اللهُ بخيرٍ . فنحن فيه . فهل من وراءِ هذا الخيرِ شرٌّ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : هل من وراءِ ذلك الشرِّ خيرٌ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : فهل من وراءِ ذلك الخيرِ شرٌّ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : كيف ؟ قال ( يكون بعدي أئمةٌ لا يهتدون بهدايَ ، ولا يستنُّون بسُنَّتي . وسيقوم فيهم رجالٌ قلوبُهم قلوبُ الشياطينِ في جُثمانِ إنسٍ ) قال قلتُ : كيف أصنعُ ؟ يا رسولَ اللهِ ! إن أدركت ُذلك ؟ قال ( تسمعُ وتطيع للأميرِ . وإن ضَرَب ظهرَك . وأخذ مالَك . فاسمعْ وأطعْ )
“Wahai Rasulullah, dulu kami orang biasa. Lalu Allah mendatangkan kami kebaikan (berupa Islam), dan kami sekarang berada dalam keislaman. Apakah setelah semua ini akan datang kejelekan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Apakah setelah itu akan datang kebaikan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Apakah setelah itu akan datang kejelekan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Aku bertanya: ‘Apa itu?’. Nabi bersabda: ‘akan datang para pemimpin yang tidak berpegang pada petunjukku dan tidak berpegang pada sunnahku. Akan hidup diantara mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan namun berjasad manusia’. Aku bertanya: ‘Apa yang mesti kami perbuat wahai Rasulullah jika mendapati mereka?’. Nabi bersabda: ‘Tetaplah mendengar dan taat kepada penguasa, walau mereka memukul punggungmu atau mengambil hartamu, tetaplah mendengar dan taat’” (HR. Muslim no.1847)
Tidak berpegang pada sunnah Nabi dalam beragama artinya ia berpegang pada sunnah-sunnah yang berasal dari selain Allah dan Rasul-Nya, yang merupakan kebid’ahan.
Hadits 10
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَوَّلُ مَنْ يُغَيِّرُ سُنَّتِي رَجُلٌ مِنْ بَنِي أُمَيَّةَ
“Orang yang akan pertama kali mengubah-ubah sunnahku berasal dari Bani Umayyah” (HR. Ibnu Abi Ashim dalam Al Awa’il, no.61, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 1749)
Dalam hadits ini Nabi mengabarkan bahwa akan ada orang yang mengubah-ubah sunnah beliau. Sunnah Nabi yang diubah-ubah ini adalah kebid’ahan.
Hadits 11
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا ، فَقَالُوا : وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ ؟ قَالَ أَحَدُهُمْ : أَمَّا أَنَا ، فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا ، وَقَالَ آخَرُ : أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلَا أُفْطِرُ ، وَقَالَ آخَرُ : أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَدًا ، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ ، فَقَالَ : ” أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
“Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan bertanya tentang ibadah Nabi shallallahu’alaihi wasallam. ٍSetelah diberitakan kepada mereka, sepertinya mereka merasa hal itu masih sedikit bagi mereka. Mereka berkata, “Ibadah kita tak ada apa-apanya dibanding Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan juga yang akan datang?” Salah seorang dari mereka berkata, “Sungguh, aku akan shalat malam selama-lamanya” (tanpa tidur). Kemudian yang lain berkata, “Kalau aku, sungguh aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka”. Dan yang lain lagi berkata, “Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya”. Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam kepada mereka seraya bertanya: “Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku” (HR. Bukhari no.5063)
Dalam hadits di atas, ketiga orang tersebut berniat melakukan kebid’ahan, karena ketiganya tidak pernah diajarkan oleh Nabi. Yaitu puasa setahun penuh, shalat semalam suntuk setiap hari, kedua hal ini adalah bentuk ibadah yang bid’ah. Dan berkeyakinan bahwa dengan tidak menikah selamanya itu bisa mendatangkan pahala dan keutamaan adalah keyakinan yang bid’ah. Oleh karena itu Nabi bersabda “Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku“.
Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang membicarakan dan mencela bid’ah, namun apa yang kami nukilkan di atas sudah cukup mewakili betapa bahaya dan betapa pentingnya kita untuk waspada dari bid’ah.
Wallahu’alam.
Selasa, 12 April 2016
DALIL DALIL SEPUTAR BULAN RAJAB
Oleh : DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA
Hampir setiap bulan Rajab penulis ditanyakan soal sejauh mana kesahihan hadis-hadis tentang keutamaan bulan Rajab, termasuk pahala orang yang berpuasa di bulan Rajab atau hari-hari tertentu di bulan Rajab.
Tulisan ini dibuat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, yang banyak penulis ambil dari beberapa kitab terutama dari kajian disertasi penulis dan kitab Tabyin al-ajab fi fadail syahr Rajab karya Ibn Hajar.
Keutamaan Bulan Rajab
Hadis :
إِنَّ رَجَب شَهْرُ اللهِ، وَشَعْبَانَ شَهْرِيْ، وَرَمَضَانَ شَهْرَ أُمَّتِي.
Sesungguhnya Rajab itu bulannya Allah, dan Sya’ban itu bulanku, dan Ramadhan itu bulan ummatku.
Takhrij Hadis: Hadis ini adalah potongan daripada Hadis panjang yang diriwayatkan oleh Ibn al-Jawzi dalam kitab al-Maudu’at dari Muh.ammad ibn Nasir al-Hafiz dari Abu al-Qasim ibn Mandah dari Abu al-Hasan Ali ibn Abdullah ibn Jahdam dari Ali ibn Muhammad ibn Sa’ida al-Basri dari bapaknya dari Khalaf ibn Abdullah dari Humaid al-Tawil dari Anas.[1]
Hukum Hadis: Maudu’/Palsu.
Dalam sanad Hadis ini terdapat Ali ibn Abdullah ibn Jahdam al-Suda’i yang lebih dikenal dengan nama Ibn Jahdam, dia dituduh pendusta. Ulama-ulama yang menuduhnya pendusta antara lain:
Sedangkan beberapa perawi lainnya dalam sanad ini tidak dikenali, bahkan beberapa ulama Hadis mengatakan bahwa barangkali mereka belum lagi dilahirkan (لعلهم لم يخلقوا). Hadis ini telah dihukumkan palsu oleh Ibn al-Jawzi, Ibn Qayyim, Ibn Hajar, al-Suyuti dan lain-lain.[2]
Keutamaan Bershalawat kepada Nabi di bulan Rajab
Hadis:
رأيتُ لَيـْلَة َالمِعْرَاجِ نَهْرّا مَاءُهُ أَحْلَى مِنْ العَسَلِ، وَأَبرَدَ مِنْ الثلجِ، وأَطْيَبَ مِنْ المِسْكِ. فَقُلْتُ لِمَنْ هَذَا يَاجِبْرِيلَ ؟
قَالَ: لِمَنْ صَلىَّ عَلَيْكَ فيِ رَجَبَ.
Saya melihat pada malam mi’raj sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih dingin dari salju, lebih harum daripada misk. Aku pun bertanya kepada Jibril: Untuk sipakah ini? Jibril menjawab: Buat mereka yang bershalawat kepadamu pada bulan Rajab.
Takhtij Hadis: Hadis ini belum ditemukan perawinya. Al-Kubawi yang menyebutkannya dalam kitab Durratu al-Nasihin menukilnya dari kitab Zubdat alwa’izin.[3]
Hukum Hadis: Maudu’/Palsu.
Meskipun belum ditemukan perawi Hadis ini, namun al-Sakhawi berkata “ وأما الصلاة عليه في رجب فلا يصح فيها شيئ ”. Maksudnya: Tidak ada satu Hadis pun mengenai selawat kepada Nabi (s.a.w) di bulan Rajab yang sahih.[4] Berdasarkan kaidah inilah Hadis ini dihukumkan palsu.
Keutamaan Shalat di malam bulan Rajab
Hadis:
َمنْ أَحْيَا أول لَيلْةٍَ مِنْ رَجَب لم يمتْ قَلبْهُ إذا ماتتْ القلوب، وَصَبَّ اللهُ الخيرَ مِنْ فوق رَأسِهِ صَـبًا، وخَرَجَ مِنْ ذُنوبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتهُ أمُّهُ، وَيشفَعَ لِسَبعِينَ ألفًا مِنْ أهلِ الخَطَايَا قَدْ اسْتَوْجَبُوا النارَ.
Barangsiapa yang menghidupkan (dengan ibadah) malam pertama di bulan Rajab, maka hatinya tidak akan mati ketika hati-hati mati. Allah akan taburkan kebaikan dari atas kepalanya, dan dia akan keluar dari dosa-dosanya bagaikan baru dilahirkan dari rahim ibunya, dan dia akan diberikan hak untuk memberi syafaat kepada tujuh puluh ribu orang-orang yang berdosa yang sudah harus masuk neraka.
Takhrij Hadis: Hadis ini tidak temukan perawinya, termasuk dalam dua kitab khas mengenai Hadis-hadis tentang bulan Rajab yang dikarang oleh Ibn Hajar dan Ali al-Qari.
Hukum Hadis: Maudu’/Palsu.
Meskipun belum menemukan perawi Hadis ini, namun ia dapat dihukumkan sebagai Hadis palsu berdasarkan kaidah yang diberikan oleh Ibn Hajar ketika beliau berkata:
” لم يرد في فضل شهر رجب، ولا في صيامه، ولا في صيام شيئ منه، ولا في قيام ليلة مخصوصة فيه، حديث صحيح يصلح للحجة، وقد سبقني إلى الجزم بذلك الإمام أبو إسماعيل الهروي الحافظ “. ثم قال ” وأما الأحاديث الواردة في فضل رجب أو فضل صيامه أو صيام شيئ منه صريحة فهي على قسـمين: [5]ضعيفة وموضوعة “.
Maksudnya:
Tidak terdapat Hadis mengenai keutamaan bulan Rajab, berpuasa di dalamnya, berpuasa pada hari-hari tertentu di dalamnya, dan beribadah di malam-malam hari tertentu pada bulan itu, Hadis yang sahih yang dapat dijadikan hujah/dalil. Al-imam al-Hafiz Abu Isma’il al-Harawi telah mendahului saya memastikan hal ini. Kemudian beliau berkata pula: Mengenai Hadis-hadis yang ada tentang keutamaan Rajab, puasanya atau puasa pada hari-hari tertentu di dalamnya yang jelas-jelasan menyebutkan hal tersebut, ia terbagi menjadi dua jenis: da’if dan palsu.
Sebelum Ibn Hajar, Ibn Qayyim juga telah mengisyaratkan kaidah seperti yang disebutkan Ibn Hajar. Beliau berkata dalam kitab al-Manar al-munif “ كل حديث في ذكر صوم رجب وصلاة بعض الليالي فيه: فهو كذب مفترى ”. Maksudnya: Semua Hadis mengenai puasa Rajab dan shalat pada malam-malam tertentu di bulan itu adalah dusta yang nyata. [6]
Hadis ini dihukumkan palsu sebab dia tidak terdaftar dalam beberapa Hadis yang da’if yang disebutkan oleh Ibn Hajar, berarti ia termasuk Hadis yang palsu meskipun Ibn Hajar tidak menyebutkannya secara langsung namun isyarat beliau selain beberapa Hadis da’if yang disebutkan adalah palsu. Kemudian beliau memberikan sebahagian kecil contoh-contoh Hadis palsu yang dimaksud. Wallahu a’lam.
مَنْ صَلَّى بَعْدَ المَغْرِبِ فيِ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَب عِشْرِيْنَ رَكْعَةً يَقْرَأُ فيِ كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الكِتَابِ وَالإِخْلاَصَ وَسَلَّمَ عَشْرَ تَسْلِيْمَاتٍ حَفِظَهُ اللهُ تَعَالى وَأَهْلَ بَيْتِهِ وَعِيَالَهُ فيِ بَلاَءِ الدُنيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ.
Barangsiapa yang shalat setelah maghrib di malam bulan Rajab, dua puluh rakaat, membaca setiap rakaatnya surat al-Fatihah dan al-Ikhlas, dengan sepuluh kali salam, maka Allah akan menjaganya dan menjaga orang rumah dan keluarganya dari bala’ dunia dan azab akhirat.
Takhrij Hadis: Ibn al-Jawzi menyebutkan Hadis seperti ini diriwayatkan oleh al-Jawzaqani daripada Anas ibn Malik dengan lafaz akhirnya: حفظه الله تعالى في نفسه وماله وأهله وولده وأجير من عذاب القبر وجاز على الصراط كالبرق الخاطف بغير حساب ولا عذاب .[7]
Hukum Hadis: Maudu’/Palsu.
Hadis ini telah dihukumkan palsu oleh beberapa ulama seperti Ibn al-Jawzi, Ibn Qayyim, Ibn Hajar, al-Suyuti, Ali al-Qari, al-Shawkani dan Ibn ‘Arraq. Sebabnya seperti yang dikatakan oleh Ibn al-Jawzi, kebanyakan daripada perawi dalam sanad Hadis tersebut adalah perawi yang tidak dikenali (مجاهيل).[8] Hadis ini termasuk dalam kaidah yang disebutkan Ibn Hajar di atas.
Hadis-hadis shalat Raghaib
مَا مِنْ أَحَدٍ يَصُومُ أولَ يَوْمٍ مِنْ رَجَب ثُمَّ يُصَلّي بَيْنَ العِشَاء والعتمة اثني عشر ركعة يفصل بين ركعتين بتسليمةٍ يَقْرَأُ فيِ كُلِّ رَكْعَةٍ ِبفَاتِحَةَ الكِتَابِ مَرَّةً وَإنَّا أَنْزَلْنَاهُ فيِ لَيْلَةِ القَدْرِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، وقل هو الله أحد اثني عشرة مرة، فإذا فرغ من صلاته صلى علي سبعين مرة يقول : اللهم صل على محمد النبي الأمي وعلى أله، ثم يسجد ويقول في سجوده سبعين مرة : رب اغفر وارحم وتجاوز عما تعلم إنك أنت الأعز الأكرم، ثم يسجد سجدة أخرى ويقول فيها مثل ما قال في السجدة الأولى ثم يسأل حاجته في سجوده فإنها تقضى.
Barangsiapa yang berpuasa pada hari pertama bulan Rajab, kemudian sembahyang pada waktu antara Isya’ dan Subuh sebanyak dua belas rakaat, dengan satu kali salam setiap dua rakaat, membaca surat al-Fatihah satu kali pada setiap rakaat dan surat al-Qadr tiga kali dan surat al-Ikhlas. Dua belas kali. Setelah selesai sembahyang ia bershalawat kepadaku (Nabi s.a.w) tujuh puluh kali dengan membaca: اللهم صل على محمد النبي الأمي وعلى أله. Kemudian dia bersujud dan membaca: رب اغفر وارحم وتجاوز عما تعلم إنك أنت الأعز الأكرم sebanyak tujuh puluh kali, Kemudian dia bersujud lagi dengan membaca bacaan yang sama seperti sujud yang pertama, lalu dia memohon permintaannya dalam sujud itu, maka permintaannya akan dikabulkan.
Hadis yang lainnya mengenai shalat al-ragha’ib ini adalah:
لا يصلي أحد هذه الصلاة إلا غفر له الله تعالى جميع ذنوبه ولو كانت مثل زبد البحر وعدد الرمال ووزن الجبال وورق الأشجار ويشفع يوم القيامة في سبعمائة من أهل بيته ممن قد استوجب النار.
Tidaklah seseorang itu melaksanakan sembahyang ini kecuali Allah akan mengampuni semua dosa-dosanya, walaupun sebanyak pasir dan buih air laut, seberat gunung dan sebanyak daun-daun di pokok. Pada hari kiamat, dia akan memberi syafa’at kepada tujuh ratus ahli keluarganya yang menghuni neraka.
Hadis-hadis ini disebutkan oleh Al-Ghazali juga dalam Ihya’ ‘ulum al-din. al-’Iraqi mengatakan bahwa ia disebutkan oleh Ruzayn dalam kitabnya.[9]
Hukum Hadis: Maudu’/Palsu.
Ulama hadis seperti Ibn al-Jawzi, Ibn S.alah., Ibn Qayyim, al-’Iraqi, al-Suyuti, Ibn ‘Arraq dan lain-lain mengatakan bahwa Hadis-hadis ini adalah palsu. Bahkan Abu Shamah telah membahasnya secara panjang lebar dalam kitabnya al-Ba’ith ‘Ala inkar al-bid’ wa al-hawadith. Semuanya menghukumkan Hadis ini sebagai palsu.[10]
Keutamaan Puasa di bulan Rajab.
ألا إن رَجَب شَهْرُ اللهِ الأصَمّ، فَمَنْ صَامَ مِنْهُ يَوْمًا إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا اسْتَوْجَبَ عَليْهِ رِضْوَانَ اللهِ الأَكْبَر، فَمَنْ صَامَ مِنْهُ يَوْمَيْنِ لاَ يَصِفُ الوَاصِفُونَ مِنْ أَهْلِ السَّمَاء ِوَالأَرْضَ مَالَهُ عِنْدَ اللهِ مِنْ الكَرَامَةِ، وَمَنْ صَامَ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ عُوْفِيَ مِنْ كُلّ بَلاَءِ الدُّنيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ وَالجُنُوْن وَالخِذَام والبَرَص وَمِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ، وَمَنْ صَامَ سَبْعَةَ أيَّـامٍ غُلِقَتْ عَنْهُ سَبْعَةَ أَبْوَاب جَهَنَّم، وَمَنْ صَامَ ثمانِيَةَ أيامٍ فُتِحَتْ لَهُ ثمانِيَةَ أبوَابِ الجَنَّة، وَمَنْ صَامَ عَشْرَةَ أَيامٍ لَمْ يَسْأَل مِنْ اللهِ شَيْئاً إلاَّ أَعْطَاهُ، وَمَنْ صَامَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا غَفَرَ اللهُ تَعَالى ذُنُوبَهُ مَاتقدَّمَ وَبـَدَّلَهُ بِسَيآتِهِ حَسَنَاتٍ وَمَنْ زَادَ، زَادَ اللهُ أَجْرَهُ.
Sesungguhnya Rajab itu adalah bulan Allah yang .. . Maka barangsiapa berpuasa pada bulan itu satu hari dengan penuh keimanan dan pengharapan maka dia pasti akan mendapatkan Ridha Allah yang besar. Dan barangsiapa berpuasa pada bulan itu dua hari maka dia akan mendapatkan sesuatu yang tidak dapat disifatkan oleh penghuni langit dan bumi tentang kemuliaannya di sisi Allah. Dan barangsiapa yang puasa tiga hari maka akan dijauhi dari bala dunia dan azab akhirat, dan penyakit gila, …, putihan dan dari ujian Dajjal. Dan barangsiapa puasa tujuh hari maka akan ditutup ke atasnya tujuh pintu neraka. Dan barangsiapa yang puasa delapan hari maka dibukakan untuknya delapan pintu-pintu surga, dan barangsiapa yang puasa sepuluh hari maka tidaklah dia meminta sesuatu kepada Allah kecuali akan dikabulkan. Dan barangsiapa berpuasa lima belas hari maka akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu dan segala kesalahannya akan diganti dengan kebaikan. Dan barangsiapa yang berpuasa lebih daripada itu, akan maka Allah pun akan menambahkan lagi pahalanya.
Takhrij Hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dalam al-Shu’ab dan Fada’il al-awqat dan al-Asfahani dalam al-Targhib. Kesemuanya melalui ‘Utsman ibn Matar dari ‘Abd. Ghafur dari ‘Abd ‘Aziz ibn Sa’id dari bapaknya.[11]
Hukum Hadis: Maudu’/Palsu.
Dalam sanad al-Bayhaqi terdapat beberapa perawi yang da’if, amat da’if dan seorang yang dituduh meriwayatkan Hadis palsu daripada perawi tsiqat. Antaranya adalah ‘Utsman ibn Matar, dia da’if menurut Abu Hatim, al-Nasa’i, al-Dhahabi dan Ibn Hajar. Abu Salih ‘Abd. al-Gahafur al-Wasiti, menurut al-Bukhari mereka meninggalkannya dan Hadisnya munkar (تركوه وهو منكر الحديث). Ibn ‘Adiy berkata: Dia da’if dan Hadisnya munkar (ضعيف منكر الحديث). Al-Nasa’i berpendapat dia متروك الحديث . Ibn Hibban pula menyatakan bahwa dia meriwayatkan Hadis-hadis palsu daripada perawi tsiqat (كان يروي الموضوعات عن الثقات ).
Al-Bayhaqi yang meriwayatkan Hadis ini hanya mengatakan bahwa sanadnya da’if, akan tetapi Ibn Hajar yang kemudian diikuti oleh Ibn ‘Arraq menghukumkannya dengan palsu.[12]
صَوْمُ أَوَّل يَوْمٍ مِنْ رَجَب كَفَّارَة ثَلاَثَ سِنِيْنَ، وَالثاني كَفَّارَة سَنَتَيْنِ، وَالثالث كَفَّارَة سَنَة،
ُثمَّ كُل يَوْمٍ كَفارَة شَهْرٍ.
Puasa hari pertama dari bulan Rajab menghapuskan dosa tiga tahun, puasa pada hari keduanya menghapuskan dosa dua tahun, dan puasa pada hari ketiga menghapuskan dosa satu tahun, kemudian setiap hari-hari selanjutnya akan menghapuskan dosa sebulan.
Takhrij Hadis: Hadis ini seperti yang diisyaratkan oleh al-Suyuti, diriwayatkan oleh Abu Muhammmad al-Khallal dalam Fada’il Rajab daripada Ibn ‘Abbas.[13]
Hukum Hadis: Maudu’/Palsu.
Al-Suyuti menghukumkan Hadis ini dengan da’if, akan tetapi al-Munawi mengatakan amat da’if, kemudian beliau menukil pendapat Ibn Salah dan Ibn Rajab al-Hambali yang mengisyaratkan palsunya Hadis-hadis mengenai puasa Rajab. Al-Albani hanya menda’ifkan Hadis ini.[14]
Hadis ini dapat dihukumkan palsu berdasarkan kaidah yang disebutkan Ibn Qayyim dan Ibn Hajar seperti yang telah dijelaskan pada Hadis ke 154.
إنهr لمَ ْ يَصُمْ بَعْدَ رَمَضَانَ إِلاَّ رَجَب وَشَعْبَانَ.
Sesungguhnya Rasulullah saw belum pernah berpuasa selain bulan Ramadhan kecuali Rajab dan Sya’ban.
Takhrij Hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dalam al-Shu’ab daripada Abu Hurairah.[15]
Hukum Hadis: Da’if.
Al-Bayhaqi mengatakan bahwa sanad Hadis ini da’if.[16]
Hadis:
إِنَّ فيِ الجَنّةِ نَهْرًا يُقَالُ لَهُ رَجَب أَشَدّ بَيَاضًا مِنْ اللبنِ وَأَحْلَى مِنْ العَسَلِ، مَنْ صَامَ يَومًا مِنْ رَجَب سَقَاهُ اللهُ
ِمنْ ذلِكَ النَهَارِ.
Sesungguhnya di surga ada sebuah sungai, dinamakan sungai Rajab. Airnya lebih putih dari pada susu, lebih manis dari pada madu, barangsiapa yang puasa satu hari pada bulan Rajab, Allah akan memberikannya minum dari sungai itu.
Takhrij Hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Hibban dalam al-Majruhin dan al-Bayhaqi dalam Fada’il al-awqat dan al-Shayrazi dalam al-Alqab seperti diisyaratkan oleh al-Suyuti. Kesemuanya dari riwayat Anas.[17]
Al-Khubawi mengisyaratkan bahwa Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.[18] Tetapi isyarat ini adalah salah sebab al-Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkan Hadis ini dan tidak ada seorang ulama Hadis pun yang mengisyaratkan ke arah itu, apa lagi Hadis ini adalah amat da’if, bahkan beberapa ulama menghukumkannya palsu. Jadi tidak mungkin keduanya meriwayatkan Hadis ini.
Hukum Hadis: Da’if.
Hadis ini telah dihukumkan palsu oleh beberapa ulama seperti Ibn al-Jawzi, al-Dhahabi dan Ibn Hajar dalam Lisan al-mizan. Sebabnya adalah di dalam sanad Hadis ini terdapat perawi pendusta, iaitu Mans.u-r b. Yazid. Ibn al-Jawzi mengatakan bahwa dalam sanadnya banyak yang tidak diketahui (فيه مجاهيل).[19]
Akan tetapi al-Suyuti dan Ibn Hajar dalam kitab Tabyin al-’Ajab hanya me da’if kan Hadis ini., berbeda dengan hukuman beliau ke atas Hadis ini dalam Lisan al-mizan seperti dijelaskan di atas. Beliau berkata “ Isnadnya secara am adalah da’if, akan tetapi ia belum sampai menjadikan Hadis ini palsu ”.[20]
كُلُّ النَّاسِ جِيَاعٌ يَوْمَ القِيَامَةِ إلاَّ الأَنبـِيَاءَ وَأَهْلِيْهِمْ وَصَائِم رَجَب وَشَعْبَانَ وَرَمَضَانَ، فَإِنَّهُمْ شبَاعٌ لاَجُوْعَ لَهُمْ وَلاَ عَطَشَ.
Semua orang akan kelaparan pada hari kiamat kecuali para nabi-nabi dan keluarga-keluarga mereka, serta mereka yang berpuasa Rajab, Sya’ban dan Ramadhan.
Takhrij Hadis: Hadis dengan lafaz seperti ini belum dapat ditemukan. Al-Khubawi menukilnya daripada kitab Zubdat al-wa’iz.in.[21]
Hukum Hadis: Maudu’/Palsu.
Hadis ini boleh dihukumkan palsu berdasarkan kaidah yang disebutkan oleh Ibn Hajar dan Ibn Qayyim seperti disebutkan di atas.
يا ثوبان، هؤلاء يعذبون في قبورهم، ودعوت لهم فخفف الله عنهم العذاب. ثم قال: ياثوبان لو صام هؤلاء يوما من رجب وما ناموا منه ليلة ما عذبوا في قبورهم. قلت: يا رسول الله أصوم يوم وقيام ليلة منه يمنع عذاب القبر ؟ ثم قال: ياثوبان، والذي بعثني بالحق نبيا، ما من مسلم ومسلمة يصوم يوما ويقوم ليلة من رجب يريد بهما وجه الله، إلا كتب الله له عبادة سنة صام نهارها وقام ليالها.
Wahai Thawban, mereka itu diazab di dalam kubur mereka, aku mendo’akan untuk maka Allah pun meringankan siksa mereka. Kemudian Rasulullah saw bersabda: Wahai Thawban, kalaulah seorang di antara mereka berpuasa di bulan Rajab, dan mereka tidak tidur di malamnya semalaman, niscaya mereka tidak akan disiksa di kubur mereka.
Aku (Thawban) berkata: Wahai Rasulullah saw, apakah puasa satu hari dan qiyamullah satu malam dapat menghindari orang dari siksa kubur. Rasulullah saw menjawab: Wahai Thawban, demi Zat yang nyawaku ada di tangan-NYa, tidaklah seorang muslim atau muslimah berpuasa dalam satu hari di bulan Rajab, dan qiyamul lail pada satu malamnya, mengharapkan ridha Allah, kecuali akan ditulis oleh Allah sebagai orang yang beribadah satu tahun yang paginya puasa dan malamnya qiyam al-lail.
Takhrij Hadis: Hadis dengan lafaz seperti ini belum dapat ditemukan. Al-Khubawi menukilnya dari kitab Rawnaq al-majalis.[22]
Hukum Hadis: Maudu’/Palsu.
Hadis 8:
Hadis ini dapat dihukumkan palsu berdasarkan kaidah yang disebutkan oleh Ibn Hajar dan Ibn Qayyim seperti yang dijelaskan pada Hadis ke 154.
Fiqh Ibadah di Bulan Rajab
Ada sedikit kegelisahan di hati ketika sebuah hadis yang berkaitan dengan sebuah ritual dihukumkan palsu oleh ulama hadis. Ada kesan lanjutan sebagai dampak dari kegelisahan tadi, yaitu apakah ibadah yang selama ini rutin dikerjakan dan ternyata hadisnya adalah palsu, lalu ibadahnya jadi bid’ah dan sia-sia ?
Harus diketahui bahwa hadis palsu tidak mempengaruhi hukum fiqh yang dibangun dengan hadis sahih atau ayat al-Qur’an. Sebagai contoh, puasa adalah amalan yang disyari’atkan Islam, tentu dengan aturan yang sudah sama-sama dimaklumi. Ia boleh dilakukan kapan saja kecuali beberapa hari tertentu saja, yaitu 5 atau 6 hari dalam satu tahun. Selain disyari’atkan, puasa adalah amal kebaikan yang tentu saja berpahala. Hanya saja, berapa besarkah pahala yang didapat seorang ketika berpuasa, hanya Allah dan Rasul-Nya yang tahu, artinya, hanya melalui al-Qur’an dan hadis sahihlah kita dapat mengetahui besarnya pahala tersebut, ulama, siapapun orangnya, tidak dapat mengetahui besarnya pahala. Mereka dengan pemahaman dapat mengatakan bahwa ini berpahala karena merupakan amal shaleh, berapa besar pahalanya, wallahu a’lam bissawab.
Dengan demikian, maka bagi mereka yang melakukan shalat malam, puasa dan bershalawat di bulan Rajab, tetap akan mendapatkan pahala, hanya saja pahala yang dijanjikan atau diberikan bukan seperti yang dirincikan dalam hadis-hadis palsu.
Bid’ah atau tidak puasa di bulan Rajab atau shalat malam harinya, tentu saja tidak asal dasar pengamalannya bukan dimotivasi oleh hadis yang palsu.
Mengapa masih ada hadis palsu yang seperti itu ?
Munculnya hadis palsu seperti di atas tidak lepas dari nawaitu yang keliru dari para pembuatnya. Hadis di atas yang dihukumkan palsu karena jelas bukan perkataan atau sabda nabi saw, semua adalah perkataan orang yang dinisbahkan kepada nabi untuk mendapatkan legitimasi hukum. Tentu saja nabi saw bari’ (terlepas) dari tanggung jawab hukum/kesimpulan yang dihasilkan. Mereka yang memalsukan hadis-hadis seperti di atas banyak disebabkan oleh keinginan mereka mengajak orang berbuat baik. Namun cara merekalah yang salah, yaitu dengan mengatasnamakan nabi dan mereka-reka pahala dari sebuah amalan. Ada dua kebohongan yang dilakukan, pertama menentukan/mereka-reka pahala dan kedua mengatakan kebohongannya ini sebagai perkataan Nabi saw.
[1] Ibn al-Jawzi, al-Maudu’at, jil. 2, hlm. 125.
[2]Ibid; Ibn Qayyim, al-Manar al-munif, hlm. 95-96; Ibn H.ajar, Tabyin al-‘ajab, hlm. 19-21; al-Suyuti, al-La’ali’, jil. 2, hlm. 55-56.
[3]al-Khubawi, Durrat al-wa’izin, hlm. 45.
[4]al-Sakhawi, al-Qawl al-badi’, hlm 298.
[5]Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajar al-Asqallani, Tabyin al-‘ajab bima wurida fi fadl Rejab, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Bayrut, 1988, hlm. 11 dan 14.
[6] Ibn Qayyim, al-Manar al-munif, hlm. 96.
[7]Ibn al-Jawzi, al-Maudu’at, jil. 2, hlm. 123; Ibn Qayyim, al-Manar al-munif, hlm. 96, al-Suyuti, al-La’ali’ al-masnu’ah, jil. 2, hlm. 55-56;’Ali al-Qari al-Asrar al-marfu’ah, hlm. 461; Ibn Arraq, Tanzih al-shari’ah, jil. 2, hlm. 90; al-Shawkani, al-Fawa’id al-majmu’ah, hlm. 47.
[8]Ibid; Ibn H.ajar, Tabyin al-‘ajab, hlm. 20-21.
[9]al-Ghazali, al-Ihya’, jil. 1, hlm. 267; al-‘Iraqi, al-Mughni, jil. 1, hlm. 267.
[10]Ibn al-Jawzi, al-Maudu’at, jil. 2, hlm. 125; Ibn Qayyim, al-Manar al-munif, hlm. 95-96; al-‘Iraqi, al-Mughni, jil. 1, hlm. 267; al-Suyuti, al-La’ali’, jil. 2, hlm. 56; Ibn ‘Arraq, Tanzih al- shari’ah, jil. 2, hlm. 89; Muhammad ibn ‘Abd. Rahman Isma’il ibn Ibarahim @ Abu Shamah, al-Ba’ith ‘ala inkar al-bid’ wa al-hawadith, Dar al-Rayah, al-Riyad., 1990, hlm. 138-244.
[11]al-Bayhaqi, Shucab al-iman, jil. 3, hlm. 368, h.n. 3801; al-Bayhaqi, Fada’il al-awqat, hlm. 92-93; al-Asfahani, al-Targhib, jil. 2, hlm. 392, h.n. 1849.
[12] al-Bayhaqi, Fada’il al-awqat, hlm. 90; al-Haythami, Majma’ al-zawa’id, jil. 3, hlm. 188; Ibn Hajar, Tabyin al-‘ajab, hlm. 20-24; Ibn ‘Arraq, Tanzih al-shari’ah, jil. 2, hlm 158; dan lihat biografi ‘Utsman ibn Matar dalam al-Dhahabi, Mizan al-I’tidal, jil. 3, hlm. 53-56; Ibn Hajar, Taqrib al-tahdhib, hlm. 386; Dan biografi ‘Abd. al-Ghafur dalam Ibn Hibban, al-Majruhin, jil. 2, hlm. 148 ; al-Dhahabi, Mizan al-I’tidal, jil. 2, hlm. 55; al-Halabi, al-Kashf al-hathith, hlm 171.
[13]al-Suyuti, al-Jami’ al-saghir, jil. 1, hlm. 70.
[14]al-Suyuti, al-Jami’ al-saghir, jil. 1, hlm. 70; al-Munawi, Fayd al-Qadir, jil. 4, hlm. 210-211; Muhammad Nasir al-Din al-Albani, Da’if al-Jami’ al-saghir wa ziyadatih, al-Maktab al-Islami, Bayrut, 1979, jil. 3, hlm. 272, h.n. 2499.
[15]al-Bayhaqi, Shu’ab al-iman, jil. 3, hlm. 369, h.n. 3803.
[16]Ibid.
[17]Ibn Hibban, al-Majruhin, jil. 2, hlm. 238; al-Bayhaqi, Fada’il al-awqat, hlm. 90-91, h.n. 8; al-Suyuti, al-Jami’ al-saghir, jil. 1, hlm. 312; al-Munawi, Fayd al-Qadir, jil. 2. hlm. 470.
[18]al-Khubawi, Durrat al-nasihin, hlm. 46.
[19]Ibn al-Jawzi, ‘Ilal al-mutanahiyah, jil. 2, hlm. 65; al-Dzahabi, Mizan al-I’tidal, jil . 4 hlm. 189; Ibn Hajar, Lisan al-mizan, jil. 3. hlm. 348.
[20]Ibn Hajar, Tabyin al-‘ajab, hlm. 29; al-Suyuti, al-Jami’ al-saghir, jil. 1, hlm. 312.
[21]al-Khubawi, Durrat al-nasihin, hlm. 47.
[22]Ibid.
Copas dari blog sebelah.
Jumat, 08 April 2016
SIAPA YG MENCIPTAKAN ALLOH swt ,?? BISAKAH DI SYURGA TANPA BUANG AIR SETELAH KENYANG MAKAN MINUM? BISAKAH SETAN DICIPTA DARI API DAN DISIKSA DENGAN API ?
Suatu hari seorang pemuda non muslim bertanya ,
1. Siapakah yg menciptakan Alloh swt ?
2. Bagaimana mungkin di syurga kita makan dan minum tapi tidak buang air kecil / besar ?
3. Jin di ciptakan dari api , bagaimana dia bisa sakit jika di siksa di neraka dengan penuh api ,???
Jawaban;
1. Apakah engkau tahu, dari angka berapakah angka 1 itu berasal?? Sebagaimana angka 2 adalah 1+1 atau 4 adalah 2+2?? Atheis itu diam membisu..
“Jika kamu tahu bahwa 1 itu adalah bilangan tunggal. Dia bisa mencipta angka lain, tapi dia tidak tercipta dari angka apapun, lalu apa kesulitanmu memahami bahwa Allah itu Zat Maha Tunggal yg Maha mencipta tapi tidak bisa diciptakan??”
2. Saya ingin bertanya kepadamu, apakah kita ketika dalam perut ibu kita semua makan? Apakah kita juga minum? Kalau memang kita makan dan minum, lalu bagaimana kita buang air ketika dalam perut ibu kita dulu?? Jika anda dulu percaya bahwa kita dulu makan dan minum di perut ibu kita dan kita tidak buang air didalamnya, lalu apa kesulitanmu mempercayai bahwa di Syurga kita akan makan dan minum juga tanpa buang air??
3. Pemuda itu menampar sang atheis dengan keras. Sampai sang atheis marah dan kesakitan. Sambil memegang pipinya, sang atheis-pun marah-marah kepada pemuda itu, tapi pemuda itu menjawab : “Tanganku ini terlapisi kulit, tanganku ini dari tanah..dan pipi anda juga terbuat dari kulit dari tanah juga..lalu jika keduanya dari kulit dan tanah, bagaimana anda bisa kesakitan ketika saya tampar?? Bukankah keduanya juga tercipta dari bahan yg sama, sebagaimana Syetan dan Api neraka??